MENGATASI MENTAL BLOCKS PADA PEREMPUAN TUNANETRA
Oleh: Rina
Prasarani – Sekretaris Jenderal Persatuan Tunanetra Indonesia
Disajikan pada
Workshop Pemberdayaan Perempuan Tunanetra Dewan Pengurus
Daerah Pertuni Jawa Tengah
Daerah Pertuni Jawa Tengah
Semarang 22 – 24
November 2013
Apa itu Mental
Blocks?
Mental blocks adalah salah satu hasil akhir dari proses
pemograman pikiran yang bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau
tujuan kita, karena mental block menghalangi pikiran sadar seseorang dari
tindakan positif yang memberdayakan.
Proses pemrograman pikiran sebenarnya telah terjadi sejak
seorang anak masih di dalam kandungan ibunya, sejak ia berusia 3 bulan. Pada
saat ini pikiran bawah sadar telah bekerja sempurna, merekam segala sesuatu
yang dialami seorang anak dan ibunya. Semua peristiwa, pengalaman, suara, atau
emosi masuk ke dan terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar dan
menjadi program pikiran.
Saat seorang anak lahir, ia lahir hanya dengan satu pikiran
yaitu pikiran bawah sadar. Sementara otak berfungsi sebagai perangkat keras
(“mesin”) yang merekam semua hal yang ia alami. Sejalan dengan proses tumbuh
kembang, ia mengalami pemrograman pikiran terus menerus, melalui interaksi
dengan dunia di luar dan di dalam dirinya, terutama dengan kedua orangtuanya,
pengasuh, keluarga, lingkungan, guru, TV, dan siapa saja yang dekat dengan
dirinya. Saat masih kecil pemrograman terjadi dengan sangat mudah karena
pikiran anak belum bisa menolak informasi yang ia terima, sebab pada saat itu
critical factor, atau faktor kritis, dari pikiran sadar belum terbentuk.
Kalaupun sudah terbentuk critical factor masih lemah.
Program pikiran terbentuk sejak dini melalui dua jalur
utama, yaitu:
a.
Imprint
Imprint adalah apa yang terekam di pikiran bawah sadar saat
terjadinya luapan emosi atau stress, mengakibatkan perubahan pada perilaku.
Contoh: Pasangan muda yang mendengar bayinya menangis, akan
didorong pikiran alam bawah sadarnya untuk segera menggendong sang bayi. Atau
orangtua akan secara tidak sadar membentak anak balitanya yang terus-menerus
bertanya: kenapa burung bisa terbang? Kenapa ikan bisa berenang di dalam air?
Kenapa kucing ada yang bulunya hitam dan ada yang putih? Atau belang-belang?
Dari contoh pertama, anak akan belajar bahwa dengan menangis
ia akan segera digendong atau mendapatkan apa yang ia mau, sedangkan dari
contoh kedua, anak belajar bahwa pada saat ia banyak bertanya, maka ia akan
dimarahi.
b.
Misunderstanding
Misunderstanding adalah salah pengertian yang dialami
seseorang saat memberikan makna kepada atau menarik kesimpulan dari suatu
peristiwa atau pengalaman.
Contoh: tidak jarang kita mendengar orangtua yang berkata
kepada anak laki-lakinya yang tengah menangis: “cup cup,,, anak laki-laki tidak
boleh menangis sayang...” Atau saat anak terjatuh, orangtua berkata”Ah, kododknya
nakal sih,,,, nih papah pukul kodoknya ya?”
Dari contoh pertama, anak akan belajar bahwa anak laki-laki
tidak boleh menangis sehingga sah-sah saja jika anak perempuan menangis. Sedangkan
dari contoh kedua, anak akan belajar bahwa pada saat terjadi sesuatu yang tidak
baik pada diri kita, dalam hal ini terjatuh, maka harus ada pihak lain yang
disalahkan.
Program pikiran pada dasarnya diciptakan atau tercipta demi
kebaikan kita berdasarkan level kesadaran dan kebijaksanaan kita saat itu
dimana tujuannya selalu demi kebahagiaan kita.
Program pikiran menjadi Mental block pada saat kita rasakan
saat ada penolakan atau hambatan untuk mencapai suatu target yang lebih tinggi.
Penolakan ini juga timbul saat kita ingin berubah. Sebaliknya program pikiran
akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung kita.
Jadi, suatu program, selama tidak bersifat menghambat diri
kita maka jangan diotak-atik. Biarkan saja. Tidak perlu bingung.
Proses Pembentukan
Mental Blocks pada Perempuan Tunanetra
Baik imprint maupun misunderstanding, setelah terekam di
pikiran bawah sadar, akan menjadi program pikiran yang selanjutnya
mengendalikan hidup seseorang.
Proses inilah juga
yang terjadi pada perempuan tunanetra mulai dari saat kita lahir sampai kita
semua berada di sini sekarang ini.
kekeliruan pengalaman hidup / pergaulan, sisa traumatik masa
lalu, sisa luka batin, sisa pengalaman yang tidak mengenakkan ketika kecil
maupun karena “kekeliruan” cara pandang terhadap sesuatu atau akibat ketidaktepatan
cara memberikan pendidikan terhadap peremmpuan tunanetra, dapat mengakibatkan kecanggungan bertindak,
kesulitan berbicara (apalagi di depan umum), kesulitan mengaktualisasikan diri
(walaupun sebenarnya memiliki berbagai kelebihan), kadang juga muncul dalam
bentuk rendah diri bagi perempuan tunanetra.
Bayangkan, jika
kita mendengar kata “perempuan”, menurut anda, apa yang biasanya masyarakat
luas katakan tentang perempuan?
Lemah, emosional,
cerewet, suka ngegosip, suka belanja, suka arisan, mudah tersinggung, tidak
dapat menjadi pemimpin, lebih cocok di dapur, dll.
Di sisi lain, jika
kita mendengar kata “tunanetra”, apa yang biasanya masyarakat luas katakan
tentang tunanetra?
Tidak berdaya,
tidak mandiri, berpakaian norak, bersuara keras, tidak berpendidikan, selalu
perlu bantuan, hasil kutukan, identik dengan pengemis, hanya bisa jadi pemijat,
pengamen, dll.
Anggapan//asumsi
seperti ini telah berkembang sejak dahulu dan hal ini secara alami berproses
dan membunuh karakter perempuan tunanetra di kalangan masyarakat umum. Hal ini
tercermin dari cara pandang masyarakat tentang perempuan tunanetra, dari mulai
di lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, sampai kepada pemerintahan.
Tidak jarang kita
mendengar adanya bahan bacaan yang mengatakan: “Ayah pergi ke kantor, Ibu pergi
ke pasar, Budi main bola di halaman sedangkan Wati membantu Ibu membersihkan
rumah.”
Di dalam beberapa
bahan bacaan juga banyak kita mendengar adanya ilustrasi seseorang sedang
menuntun tunanetra tanpa penjelasan bagaimana menuntun dengan benar dan tidak
ada bahasan lebih lanjut bagaimana tunanetra dapat berinteraksi dengan orang
lain yang tidak tunanetra. Ilustrasi tersebut hanya menekankan bahwa orang
tunanetra [perlu dibantu dan bahwa membantu tunanetra adalah perbuatan yang
mulia.
Tapi apakah kita pernah
mendengar adanya bahan bacaan sekolah yang mengilustrasikan seorang murid
tunanetra yang sedang membantu temannya yang tidak tunanetra belajar matematika
misalnya? Tidak pernah kan? Walaupun dalam kehidupan nyata hal ini benar-benar
terjadi.
Belum lagi jika
kita bicara tentang suguhan tontonan yang ada di televisi, maka gambaran
tentang perempuan serta tunanetra/disabilitas banyak yang lebih mengarah kepada
hal-hal yang mengidentikkan perempuan tunanetra sebagai objek yang negatif.
Gambaran-gambaran inilah yang dapat dikatakan sebagai mitos.
Hal-hal seperti
inilah yang merasuki pikiran kita dan masyarakat luas sehingga akhirnya
mitos-mitos tentang perempuan tunanetra menjadi program pikiran bagi masyarakat
luas, termasuk perempuan tunanetra itu sendiri dan tentunya berpotensi besar
menghambat kemajuan perempuan tunanetra ke arah yang lebih baik.
Cara Mengenali
Mental Blocks
mental block, pernah terjadi pada hampir semua orang. Yang
paling parah dari situasi mental block adalah bila efek yang ditimbulkan
berkepanjangan. Setiap kali menghadapi hal yang sama, Anda kemudian
mengabaikannya atau menyikapi dengan negatif, sehingga menjadi karakter buruk
yang melekat pada diri Anda sebagai potensial leader (orang yang memiliki
potensi sebagai pemimpin) ketika menghadapi kasus yang serupa. Situasi mental
block ini cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup berorganisasi.
Dalam kehidupan sehari-hari, Perasaan malas, mengantuk, dan
berbagai perasaan lain yang menghambat upaya untuk berubah ini adalah ulah
nakal dari mental block kita. Nah, ini saatnya kita perlu menemukan dan
mengenali mental block ini. Setelah ditemukan… ya dibereskan.
Pada banyak kasus perempuan Tunanetra, rasa takut, rendah
diri, tidak percaya diri, merasa tidak berdaya, merasa bukan target prioritas,
merasa tidak berharga, merasa tidak diinginkan, merasa tidak mampu, merasa
tidak mungkin dan merasa harus berada di belakang laki-laki Tunenetra,
merupakan mental blocks yang kita sering temui. Mental blocks ini tentunya
telah terbentuk sejak dini, dengan adanya imprint dan misunderstanding yang
berkembang di masyarakat luas, mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan
setempat, sampai kepada pemerintah, yang juga diperkuat dengan adanya nilai
adat istiadat, budaya, kepercayaan, agama dan mitos yang berlaku.
Intinya, jika anda telah menetapkan target yang lebih
tinggi, dari apa yang telah anda capai saat ini, dan anda merasa ada yang tidak
enak di hati anda maka ini indikasi adanya mental block.
Atau jika anda mengalami kegagalan yang beruntun atau yang
mempunyai pola kegagalan yang sama, maka ini indikasi sabotase diri alias
mental block.
Mental block ini ada juga yang baik. Misalnya anda adalah
seorang pengurus Pertuni. Dan ada kesempatan untuk korupsi, namun anda tidak
mau. Alasannya bisa macam-macam.
Bisa takut dosa, takut masuk neraka, takut malu, takut
ketahuan, bisa karena anda tidak ingin melukai hati pengurus Pertuni lainnya
atau orangtua anda, atau anda setia pada janji diri anda sendiri, atau alasan
apapun. Yang pasti, ada satu program pikiran yang menghambat anda melakukan
sesuatu. Mental block ini tentunya perlu dipertahankan.
Cara Mengatasi
Mental Blocks
Saya bukan seorang
hipnoterapis, jadi saya disini tidak akan dapat memberitahu anda bagaimana anda
dapat menghilangkan mental blocks pada diri anda.
Saya akan hanya
berbrcerita tentang apa yang saya yakini selama menjalani kehidupan saya sebagai
perempuan tunanetra, dan saya harap, diakhir sesi nanti, anda dapat mengenali
mental blocks anda masing-masing dan mudah-mudahan anda termotivasi untuk
mengatasi mental blocks anda tersebut.
Satu hal yang
harus diingat dan diyakini bersama adalah bahwa terlahir sebagai perempuan dan
terlahir menjadi tunanetra bukanlah pilihan anda.
Namun, merasa
bahagia atau merasa susah, itulah pilihan hidup anda! Jadi, mana yang akan anda
pilih? Menjadi perempuan tunanetra yang bahagia, menyenangkan, mudah bergaul,
murah senyum, dan aktif? Atau menjadi perempuan tunanetra yang selalu
menggerutu, susah, menyebalkan, pemalas dan pemarah?
Sepanjang yang
saya pernah alami, mental blocks kebanyakan dapat diatasi dengan cara membangun
percaya diri. Membangun percaya diri juga harus dibangun di setiap
aspek/tahapan kehidupan kita.
Caranya? Kenali
potensi anda! Saya percaya, setiap orang pasi punya suatu potensi, entah itu
kecil maupun besar. Disini saya pastikan bahwa tidak penting berapa kecil atau
besar potensi yang anda punya, yang terpenting adalah bagaiman anda dapat
mengembangkan potensi yang kecil menjadi besar dan bagaimana anda menggunakan
potensi besar anda ke arah yang bermanfaat bagi diri anda dan orang lain.
Ingat di bagian awal dari makalah ini mengatakan bahwa program
pikiran akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung
kita.
Jadi, mari
sekarang kita program pikiran kita bahwa kita akan bersama-sama membangun
percaya diri dengan berkata “tidak” pada mitos-mitos yang tidak benar tentang
perempuan tunanetra dan yakinkan pada diri kita: “KITA BISA!”.
Di bagian ini saya
hanya akan mengangkat satu contoh kecil yang saya yakini dalam hidup saya,
yaitu: Perempuan Tunanetra cantik
Apa yang ada dalam
pikiran anda pada saat mendengar kata “cantik”? berparas molek? Berkulit putih?
Berhidung mancung?
Semua yang
disebutkan di atas adalah program pikiran yang diterapkan masyarakat dan
lingkungan tentang pengertian “cantik”.
Jika program
pikiran ini masuk dalam alam bawah sadar kita sehingga membuat kita yakin bahwa
peremppuan tunanetra tidak dapat dikatakan “cantik”, maka inilah yang disebut
mental blocks.
Sebetulnya kita
semua berpotensi menjadi cantik jika kita yakin kita dapat menjadi cantik dan yakinkan
pada diri anda bahwa anda dapat menjadi cantik dengan cara berpenampilan baik.
Misalnya dalam
memakai bedak. Tidak hanya tunanetra, tapi setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan
dalam memakai bedak. Bedanya adalah, kalau orang lain cukup dengan bercermin,
maka ia akan tahu bagian mana yang bedaknya terlalu tebal atau bagian mana yang
bedaknya masih harus ditambah.
Bagi perempuan
tunanetra, ia memerlukan orang lain untuk melihat hal-hal tersebut.
Dalam memilih
bedak, kita harus memilih warna bedak satu level lebih gelap dari warna kulit
kita. Untuk itu, kenali warna kulit anda!
Jika anda
menggunakan bedak padat, usapkan bantalan aplikasi bedak tiga kali atau lima
kali misalnya, sebelum anda membubuhkannya
ke wajah anda. Perlu beberapa kali percobaan dan awalnya anda memerlukan orang
lain untuk melihat mana hasil yang lebih baik untuk wajah anda, apakah tiga
kali usapan atau lima kali usapan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, namun
setelah itu, anda dapat melakukannya tanpa bantuan penglihatan orang lain.
Setelah itu,
bubuhkan bedak yang sudah melekat pada bantalan aplikasi ke wajah anda dengan
cara di tepuk-tepuk ke seluruh permukaan wajah anda. Jangan coba-coba untuk
menggosokkannya ke muka anda karena hasilnya akan berbeda.
Jangan lupa untuk
membubuhkan bedak ke bagian leher dan belakang leher sampai batas kerah baju
anda sehingga tidak akan terlihat belang.
Terakhir, sapu perlahan
seluruh permukaan wajah anda dengan tissue, atau kuas wajah, terutama di bagian
terdekat dengan batas rambut anda, untuk menyempurnakan tampilan akhir dan
untuk menghilangkan bubuk bedak yang tidak terpakai dari wajah anda.
Sekali lagi ingat!
Sapukan tissue perlahan, jangan digosokkan!
Mulailah membangun
percaya diri dari hal-hal yang kecil dan berkonsultasilah ke sumber atau orang yang
tepat. Dari hal-hal kecil ini kita beranjak ke hal-hal yang lebih besar sampai
akhirnya anda menemukan kepercayaan diri yang lebih lagi.
Menggunakan bedak,
perona bibir, sampai kepada tata rias muka penuh; memilih busana yang serasi,
memilih sepatu yang cocok sampai kepada
tata rambut yang sesuai; bertutur sapa secara patut, menggali pengetahuan umum
sampai kepada berbicara di depan publik; bukanlah hal yang tidak mungkin bagi
perempuan Tunanetra.
Intinya adalah dorong emosi secara
positif atau bangkitkan rasa senang terhadap sesuatu! Proses selanjutnya akan
berjalan otomatis. Biarkan otak kiri dan otak kanan bekerja dengan sendirinya.
Mereka mendapatkan perintah dari rasa senang yang dibangkitkan dengan sadar
oleh Anda sendiri! Benar bahwa, potensi seseorang akan semakin berlipat kalau
dia mendayagunakan kemampuan interaksi fisik, perasaan senang dan pikiran.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home