Guestbook -- Buku Tamu


[ View Guestbook -- Lihat Buku Tamu ]  [ Sign Guestbook -- Isi Buku Tamu ]
Free Guestbook by UltraGuest.com


Contents -- Daftar Isi

  • MENGATASI MENTAL BLOCKS PADA PEREMPUAN TUNANETRA
  • Melia Hotels honors Jakarta employee for community leadership
  • Rina, Pekerja Tuna Netra di Hotel Bintang 5
  • RAPAT KERJA Pembahasan RUU HAK-HAK Penyandang DISABILITAS
  • HIDUP MENJADI TUNA NETRA ADALAH ORANG PILIHAN MAKA BERBAHAGIALAH
  • Goodbye (Air Supply)
  • Dancing Queen (ABBA)
  • Nobody Wants to be Lonely (Christina Aguilera)
  • My Way (Frank Sinatra)
  • I Believe I Can Fly (R. Kelly)


  • Friday, 22 November 2013

    MENGATASI MENTAL BLOCKS PADA PEREMPUAN TUNANETRA



    Oleh: Rina Prasarani – Sekretaris Jenderal Persatuan Tunanetra Indonesia
    Disajikan pada Workshop Pemberdayaan Perempuan Tunanetra Dewan Pengurus
    Daerah Pertuni Jawa Tengah
    Semarang 22 – 24 November 2013


    Apa itu Mental Blocks?
    Mental blocks adalah salah satu hasil akhir dari proses pemograman pikiran yang bersifat menghambat kita dalam mencapai impian atau tujuan kita, karena mental block menghalangi pikiran sadar seseorang dari tindakan positif yang memberdayakan.
    Proses pemrograman pikiran sebenarnya telah terjadi sejak seorang anak masih di dalam kandungan ibunya, sejak ia berusia 3 bulan. Pada saat ini pikiran bawah sadar telah bekerja sempurna, merekam segala sesuatu yang dialami seorang anak dan ibunya. Semua peristiwa, pengalaman, suara, atau emosi masuk ke dan terekam dengan sangat kuat di pikiran bawah sadar dan menjadi program pikiran.
    Saat seorang anak lahir, ia lahir hanya dengan satu pikiran yaitu pikiran bawah sadar. Sementara otak berfungsi sebagai perangkat keras (“mesin”) yang merekam semua hal yang ia alami. Sejalan dengan proses tumbuh kembang, ia mengalami pemrograman pikiran terus menerus, melalui interaksi dengan dunia di luar dan di dalam dirinya, terutama dengan kedua orangtuanya, pengasuh, keluarga, lingkungan, guru, TV, dan siapa saja yang dekat dengan dirinya. Saat masih kecil pemrograman terjadi dengan sangat mudah karena pikiran anak belum bisa menolak informasi yang ia terima, sebab pada saat itu critical factor, atau faktor kritis, dari pikiran sadar belum terbentuk. Kalaupun sudah terbentuk critical factor masih lemah.

    Program pikiran terbentuk sejak dini melalui dua jalur utama, yaitu:
    a.    Imprint
    Imprint adalah apa yang terekam di pikiran bawah sadar saat terjadinya luapan emosi atau stress, mengakibatkan perubahan pada perilaku.
    Contoh: Pasangan muda yang mendengar bayinya menangis, akan didorong pikiran alam bawah sadarnya untuk segera menggendong sang bayi. Atau orangtua akan secara tidak sadar membentak anak balitanya yang terus-menerus bertanya: kenapa burung bisa terbang? Kenapa ikan bisa berenang di dalam air? Kenapa kucing ada yang bulunya hitam dan ada yang putih? Atau belang-belang?
    Dari contoh pertama, anak akan belajar bahwa dengan menangis ia akan segera digendong atau mendapatkan apa yang ia mau, sedangkan dari contoh kedua, anak belajar bahwa pada saat ia banyak bertanya, maka ia akan dimarahi.

    b.    Misunderstanding
    Misunderstanding adalah salah pengertian yang dialami seseorang saat memberikan makna kepada atau menarik kesimpulan dari suatu peristiwa atau pengalaman.
    Contoh: tidak jarang kita mendengar orangtua yang berkata kepada anak laki-lakinya yang tengah menangis: “cup cup,,, anak laki-laki tidak boleh menangis sayang...” Atau saat anak terjatuh, orangtua berkata”Ah, kododknya nakal sih,,,, nih papah pukul kodoknya ya?”
    Dari contoh pertama, anak akan belajar bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis sehingga sah-sah saja jika anak perempuan menangis. Sedangkan dari contoh kedua, anak akan belajar bahwa pada saat terjadi sesuatu yang tidak baik pada diri kita, dalam hal ini terjatuh, maka harus ada pihak lain yang disalahkan.

    Program pikiran pada dasarnya diciptakan atau tercipta demi kebaikan kita berdasarkan level kesadaran dan kebijaksanaan kita saat itu dimana tujuannya selalu demi kebahagiaan kita.

    Program pikiran menjadi Mental block pada saat kita rasakan saat ada penolakan atau hambatan untuk mencapai suatu target yang lebih tinggi. Penolakan ini juga timbul saat kita ingin berubah. Sebaliknya program pikiran akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung kita.
    Jadi, suatu program, selama tidak bersifat menghambat diri kita maka jangan diotak-atik. Biarkan saja. Tidak perlu bingung.

    Proses Pembentukan Mental Blocks pada Perempuan Tunanetra
    Baik imprint maupun misunderstanding, setelah terekam di pikiran bawah sadar, akan menjadi program pikiran yang selanjutnya mengendalikan hidup seseorang.
    Proses inilah juga yang terjadi pada perempuan tunanetra mulai dari saat kita lahir sampai kita semua berada di sini sekarang ini.
    kekeliruan pengalaman hidup / pergaulan, sisa traumatik masa lalu, sisa luka batin, sisa pengalaman yang tidak mengenakkan ketika kecil maupun karena “kekeliruan” cara pandang terhadap sesuatu atau akibat ketidaktepatan cara memberikan pendidikan terhadap peremmpuan tunanetra,  dapat mengakibatkan kecanggungan bertindak, kesulitan berbicara (apalagi di depan umum), kesulitan mengaktualisasikan diri (walaupun sebenarnya memiliki berbagai kelebihan), kadang juga muncul dalam bentuk rendah diri bagi perempuan tunanetra.
    Bayangkan, jika kita mendengar kata “perempuan”, menurut anda, apa yang biasanya masyarakat luas katakan tentang perempuan?
    Lemah, emosional, cerewet, suka ngegosip, suka belanja, suka arisan, mudah tersinggung, tidak dapat menjadi pemimpin, lebih cocok di dapur, dll.
    Di sisi lain, jika kita mendengar kata “tunanetra”, apa yang biasanya masyarakat luas katakan tentang tunanetra?
    Tidak berdaya, tidak mandiri, berpakaian norak, bersuara keras, tidak berpendidikan, selalu perlu bantuan, hasil kutukan, identik dengan pengemis, hanya bisa jadi pemijat, pengamen, dll.
    Anggapan//asumsi seperti ini telah berkembang sejak dahulu dan hal ini secara alami berproses dan membunuh karakter perempuan tunanetra di kalangan masyarakat umum. Hal ini tercermin dari cara pandang masyarakat tentang perempuan tunanetra, dari mulai di lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, sampai kepada pemerintahan.
    Tidak jarang kita mendengar adanya bahan bacaan yang mengatakan: “Ayah pergi ke kantor, Ibu pergi ke pasar, Budi main bola di halaman sedangkan Wati membantu Ibu membersihkan rumah.”
    Di dalam beberapa bahan bacaan juga banyak kita mendengar adanya ilustrasi seseorang sedang menuntun tunanetra tanpa penjelasan bagaimana menuntun dengan benar dan tidak ada bahasan lebih lanjut bagaimana tunanetra dapat berinteraksi dengan orang lain yang tidak tunanetra. Ilustrasi tersebut hanya menekankan bahwa orang tunanetra [perlu dibantu dan bahwa membantu tunanetra adalah perbuatan yang mulia.
    Tapi apakah kita pernah mendengar adanya bahan bacaan sekolah yang mengilustrasikan seorang murid tunanetra yang sedang membantu temannya yang tidak tunanetra belajar matematika misalnya? Tidak pernah kan? Walaupun dalam kehidupan nyata hal ini benar-benar terjadi.
    Belum lagi jika kita bicara tentang suguhan tontonan yang ada di televisi, maka gambaran tentang perempuan serta tunanetra/disabilitas banyak yang lebih mengarah kepada hal-hal yang mengidentikkan perempuan tunanetra sebagai objek yang negatif. Gambaran-gambaran inilah yang dapat dikatakan sebagai mitos.
    Hal-hal seperti inilah yang merasuki pikiran kita dan masyarakat luas sehingga akhirnya mitos-mitos tentang perempuan tunanetra menjadi program pikiran bagi masyarakat luas, termasuk perempuan tunanetra itu sendiri dan tentunya berpotensi besar menghambat kemajuan perempuan tunanetra ke arah yang lebih baik.





    Cara Mengenali Mental Blocks
    mental block, pernah terjadi pada hampir semua orang. Yang paling parah dari situasi mental block adalah bila efek yang ditimbulkan berkepanjangan. Setiap kali menghadapi hal yang sama, Anda kemudian mengabaikannya atau menyikapi dengan negatif, sehingga menjadi karakter buruk yang melekat pada diri Anda sebagai potensial leader (orang yang memiliki potensi sebagai pemimpin) ketika menghadapi kasus yang serupa. Situasi mental block ini cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup berorganisasi.
    Dalam kehidupan sehari-hari, Perasaan malas, mengantuk, dan berbagai perasaan lain yang menghambat upaya untuk berubah ini adalah ulah nakal dari mental block kita. Nah, ini saatnya kita perlu menemukan dan mengenali mental block ini. Setelah ditemukan… ya dibereskan.
    Pada banyak kasus perempuan Tunanetra, rasa takut, rendah diri, tidak percaya diri, merasa tidak berdaya, merasa bukan target prioritas, merasa tidak berharga, merasa tidak diinginkan, merasa tidak mampu, merasa tidak mungkin dan merasa harus berada di belakang laki-laki Tunenetra, merupakan mental blocks yang kita sering temui. Mental blocks ini tentunya telah terbentuk sejak dini, dengan adanya imprint dan misunderstanding yang berkembang di masyarakat luas, mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan setempat, sampai kepada pemerintah, yang juga diperkuat dengan adanya nilai adat istiadat, budaya, kepercayaan, agama dan mitos yang berlaku.

    Intinya, jika anda telah menetapkan target yang lebih tinggi, dari apa yang telah anda capai saat ini, dan anda merasa ada yang tidak enak di hati anda maka ini indikasi adanya mental block.

    Atau jika anda mengalami kegagalan yang beruntun atau yang mempunyai pola kegagalan yang sama, maka ini indikasi sabotase diri alias mental block.

    Mental block ini ada juga yang baik. Misalnya anda adalah seorang pengurus Pertuni. Dan ada kesempatan untuk korupsi, namun anda tidak mau. Alasannya bisa macam-macam.
    Bisa takut dosa, takut masuk neraka, takut malu, takut ketahuan, bisa karena anda tidak ingin melukai hati pengurus Pertuni lainnya atau orangtua anda, atau anda setia pada janji diri anda sendiri, atau alasan apapun. Yang pasti, ada satu program pikiran yang menghambat anda melakukan sesuatu. Mental block ini tentunya perlu dipertahankan.



    Cara Mengatasi Mental Blocks
    Saya bukan seorang hipnoterapis, jadi saya disini tidak akan dapat memberitahu anda bagaimana anda dapat menghilangkan mental blocks pada diri anda.
    Saya akan hanya berbrcerita tentang apa yang saya yakini selama menjalani kehidupan saya sebagai perempuan tunanetra, dan saya harap, diakhir sesi nanti, anda dapat mengenali mental blocks anda masing-masing dan mudah-mudahan anda termotivasi untuk mengatasi mental blocks anda tersebut.
    Satu hal yang harus diingat dan diyakini bersama adalah bahwa terlahir sebagai perempuan dan terlahir menjadi tunanetra bukanlah pilihan anda.
    Namun, merasa bahagia atau merasa susah, itulah pilihan hidup anda! Jadi, mana yang akan anda pilih? Menjadi perempuan tunanetra yang bahagia, menyenangkan, mudah bergaul, murah senyum, dan aktif? Atau menjadi perempuan tunanetra yang selalu menggerutu, susah, menyebalkan, pemalas dan pemarah?
    Sepanjang yang saya pernah alami, mental blocks kebanyakan dapat diatasi dengan cara membangun percaya diri. Membangun percaya diri juga harus dibangun di setiap aspek/tahapan kehidupan kita.
    Caranya? Kenali potensi anda! Saya percaya, setiap orang pasi punya suatu potensi, entah itu kecil maupun besar. Disini saya pastikan bahwa tidak penting berapa kecil atau besar potensi yang anda punya, yang terpenting adalah bagaiman anda dapat mengembangkan potensi yang kecil menjadi besar dan bagaimana anda menggunakan potensi besar anda ke arah yang bermanfaat bagi diri anda dan orang lain.
    Ingat di bagian awal dari makalah ini mengatakan bahwa program pikiran akan menjadi stepping block, batu lompatan, bila bersifat mendukung kita.
    Jadi, mari sekarang kita program pikiran kita bahwa kita akan bersama-sama membangun percaya diri dengan berkata “tidak” pada mitos-mitos yang tidak benar tentang perempuan tunanetra dan yakinkan pada diri kita: “KITA BISA!”.
    Di bagian ini saya hanya akan mengangkat satu contoh kecil yang saya yakini dalam hidup saya, yaitu:  Perempuan Tunanetra cantik
    Apa yang ada dalam pikiran anda pada saat mendengar kata “cantik”? berparas molek? Berkulit putih? Berhidung mancung?
    Semua yang disebutkan di atas adalah program pikiran yang diterapkan masyarakat dan lingkungan tentang pengertian “cantik”.
    Jika program pikiran ini masuk dalam alam bawah sadar kita sehingga membuat kita yakin bahwa peremppuan tunanetra tidak dapat dikatakan “cantik”, maka inilah yang disebut mental blocks.
    Sebetulnya kita semua berpotensi menjadi cantik jika kita yakin kita dapat menjadi cantik dan yakinkan pada diri anda bahwa anda dapat menjadi cantik dengan cara berpenampilan baik.
    Misalnya dalam memakai bedak. Tidak hanya tunanetra, tapi setiap orang pasti pernah mengalami kesulitan dalam memakai bedak. Bedanya adalah, kalau orang lain cukup dengan bercermin, maka ia akan tahu bagian mana yang bedaknya terlalu tebal atau bagian mana yang bedaknya masih harus ditambah.
    Bagi perempuan tunanetra, ia memerlukan orang lain untuk melihat hal-hal tersebut.
    Dalam memilih bedak, kita harus memilih warna bedak satu level lebih gelap dari warna kulit kita. Untuk itu, kenali warna kulit anda!
    Jika anda menggunakan bedak padat, usapkan bantalan aplikasi bedak tiga kali atau lima kali misalnya,  sebelum anda membubuhkannya ke wajah anda. Perlu beberapa kali percobaan dan awalnya anda memerlukan orang lain untuk melihat mana hasil yang lebih baik untuk wajah anda, apakah tiga kali usapan atau lima kali usapan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, namun setelah itu, anda dapat melakukannya tanpa bantuan penglihatan orang lain.
    Setelah itu, bubuhkan bedak yang sudah melekat pada bantalan aplikasi ke wajah anda dengan cara di tepuk-tepuk ke seluruh permukaan wajah anda. Jangan coba-coba untuk menggosokkannya ke muka anda karena hasilnya akan berbeda.
    Jangan lupa untuk membubuhkan bedak ke bagian leher dan belakang leher sampai batas kerah baju anda sehingga tidak akan terlihat belang.
    Terakhir, sapu perlahan seluruh permukaan wajah anda dengan tissue, atau kuas wajah, terutama di bagian terdekat dengan batas rambut anda, untuk menyempurnakan tampilan akhir dan untuk menghilangkan bubuk bedak yang tidak terpakai dari wajah anda.
    Sekali lagi ingat! Sapukan tissue perlahan, jangan digosokkan!
    Mulailah membangun percaya diri dari hal-hal yang kecil dan berkonsultasilah ke sumber atau orang yang tepat. Dari hal-hal kecil ini kita beranjak ke hal-hal yang lebih besar sampai akhirnya anda menemukan kepercayaan diri yang lebih lagi.
    Menggunakan bedak, perona bibir, sampai kepada tata rias muka penuh; memilih busana yang serasi, memilih sepatu yang cocok  sampai kepada tata rambut yang sesuai; bertutur sapa secara patut, menggali pengetahuan umum sampai kepada berbicara di depan publik; bukanlah hal yang tidak mungkin bagi perempuan Tunanetra.
    Intinya adalah dorong emosi secara positif atau bangkitkan rasa senang terhadap sesuatu! Proses selanjutnya akan berjalan otomatis. Biarkan otak kiri dan otak kanan bekerja dengan sendirinya. Mereka mendapatkan perintah dari rasa senang yang dibangkitkan dengan sadar oleh Anda sendiri! Benar bahwa, potensi seseorang akan semakin berlipat kalau dia mendayagunakan kemampuan interaksi fisik, perasaan senang dan pikiran.